Kisah Hidup Karl Marx yang Memilukan
Karl Marx lahir
di Trier, Prusia pada tanggal 5 Mei 1818. Ayahnya merupakan seorang
pengacara dan keluarganya termasuk
kedalam golongan keluarga menengah dimana ayahnya relatif baik dalam memberi
nafkah pada keluarganya. Orang tua Karl Marx merupakan keluarga keturunan Rabbi
(Pendeta Yahudi) namun karena alasan pekerjaan, ayahnya menjadi penganut
agama Kristen Protestan aliran Martin Luther yang relatif liberal untuk menjadi
seorang pengacara yang manakala saat itu Karl Marx masih sangat kecil. Pada
tahun 1824, yakni ketika Marx berusia 6 tahun, seluruh keluarganya mengalami converse
(perpindahan) agama Yahudi ke Agama Kristen Protestan.[1]
Peristiwa ini memberi pengaruh bagi perjalanan kehidupan Karl Marx yang
selanjutnya.
Salah satu
sifat Karl Marx adalah tidak mau diatur, jorok dan acak-acakan. Hal ini
seolah-olah bertentangan dengan ketekunan, ketelitian dan sifatnya yang selalu ingin
tahu terhadap segala sesuatu. Pada tahun 1835, Karl Marx menamatkan sekolah
menengahnya (Gymnasium Trier) di Treves dimana ia pada saat itu berusia 17 tahun.
Kemudian Marx melanjutkan sekolahnya ke Fakultas Hukum, Universitas Bonn atas
kehendak ayahnya.
Satu tahun
kemudian Marx pindah ke Universitas Berlin. Sesuai dengan apa yang telah ia
cita-citakan, Marx mengkhususkan diri untuk mempelajari filsafat dan sejarah.
Di Universitas
Berlin, Marx menunjukan bakatnya dalam dunia filsafat. Marx menjadi anggota
dari “Club Young Hegelian” yakni kelompok diskusi yang membahas filsafat
Hegel.[2] Rekan
Marx yang juga menjadi tokoh utama dalam kelompok diskusi tersebut adalah
Feuerbach, Arnold Ruge dan Bruno Baueur. Mereka mengkaji ajaran-ajaran Hegel yang pada
saat itu menjadi dogma dan sumber ideologi resmi dijerman. Marx banyak menulis
puisi dan esai mengenai kehidupan dengan menggunakan bahasa teologi yang
diwarisi dari ayahnya, namun tetap menerapkan filosofi ateis dari young
Hegelian.
Pada tahun
1841, Marx menerima gelar Doktor dalam ilmu filsafat. Desrtasinya berjudul “The
Difference Betwen the Natural Philosophy of Democritos and Natural Philosophy
of Epicurus” (perbedaan antara filsafat alam Demokritus dan filsafat alam
Epicurus) mana kala saat itu ia berusia 23 tahun.
Sebagai seorang
filosof tentunya Marx menginginkan kebebasan berfikir dan tidak ingin terikat
oleh institusi-institusi disekitarnya. Pada mulanya Marx berkeinginan untuk
menjadi seorang dosen, namun karena pemahamannya yang radikal membuatnya harus
mambatalkan cita-citanya tersebut. Hal ini dilatar belakangi oleh dipecatnya
Bruno Bauer dari jabatannya sebagai rektor di Universitas Bonn setelah ia menulis buku berjudul “Kritik
der Evangelischen Geschichte der Synoptiker” (Kritik terhadap Sejarah Injil
Sinoptik) sebanyak dua jilid pada tahun 1841.
Untuk
mewujudkan kenginannya dalam kebebasan berpikir, maka Marx menjadi penulis di
sebuah perusahaan koran yang Liberal dan Radikal dimana golongan radikal pada
saat itu menerbitkan majalah oposisi dengan nama Rhine Gazette. Marx menjadi penyumbang pertama majalah ini
dan menulis sebuah artikel tentang kaum petani Jerman.[3]
Dalam kurun
waktu 10 bulan, tepatnya sekitar bulan Oktober
1842 Marx menjadi pemimpin redaksi koran tersebut. Setelah terbit selama
satu tahun, koran ini akhirnya ditutup oleh pemerintah karena kritik Marx yang
terlalu keras terhadap pemerintah. Esai-esai awal yang terbitkan dalam periode
ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai
tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan
dan idealisme awal.[4]
Setelah koran
tempat bekerjanya ditutup oleh pemerintah, Marx pindah ke Paris bersama Arnold
Ruge yakni teman diskusinya dalam kelompok Club Young Hegelian. Bagi
Marx, Prancis merupakan awal pengembaraan panjang dimana dia mulai menyadari
penderitaan, merasakan pengucilan, pengusiran dan penjara.[5] Di negeri ini mulai tumbuh benih-benih
komunis pada diri Marx dimana Marx mulai mempelajari sosialisme secara
sungguh-sungguh dan berkenalan dengan pemimpin-pemimpin sosialis bawah tanah Perancis.
Pada tahun 1844 Marx berkenalan dengan seorang
anggota sosialis asal London yang bernama Fredrich Engels. Pertemuannya dengan
Engels merupakan hal yang penting dalam
riwayat hidup Marx diamana Engels merupakan teman seumur hidup Marx, donatur
dan kolaboratornya. Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di sebuah cafe
terkenal di Prancis dan meletakan landasan kerja untuk bersahabat seumur
hidup.[6] Jiwa
revolusioner dan ketidakmampuan melihat penderitaan manusia yang mereka miliki
mampu mengikat keduanya.[7] Awal
persahabatan erat Marx dan Engels ditandai ditandai dengan penulisan buku
bersamanya yang berjudul “Heilige Familie” (The Holy Familiy).
Pada tahun 1845
Marx di usir dari Perancis atas permintaan penguasa Jerman terhadap pemerintah
Perancis sebagai akibat dari tulisan dan agitasinya di majalah Vorwats dan Marx
pun terpaksa pindah ke Brussel bersama keluarganya. Karena Marx sakit hati
terhadap pemerintah Jerman, ia pun melepaskan status kewarganegaraannya sebagai
warga Jerman. Di Brussel inilah Marx memperdalam studi ekonominya, menjalin
kontak dengan organisasi-organisasi buruh dan terlibat secara intensif dalam
diskusi-diskusi protes kaum pekerja.
Selain Marx
aktif dalam kegiatan sosialisnya, Marx juga tetap aktif dalam menulis berbagai
buku filsafat . Theses on Feuerbach merupakan sebuah judul buku
karangannya mengenai dalil-dalil Feuerbach yang dikenal menjadi pokok
dan watak yang mewarnai filsafatnya di kemudian hari. Kemudian pada tahun 1847 Marx juga menulis
sebuah buku dalam bahasa Perancis yang berjudul La Misere de la Philosophie
(The Proverty of Philosiphy) yang merupakan kritik Marx terhadap buku Philosophie
de la Missere karangan Pierre Joseph Proudhon bahwa menurut Marx Proudhon
tidak revolusioner dan tidak memberi gambaran masa depan bagi kaum buruh untuk
membebaskan diri dari genggaman kapitalis. Buku lainya yang Marx tulis pada
masa itu adalah Die Deutsche
Ideologie (The German Ideology) dimana buku ini merupakan hasil
kerja samanya dengan Engels.
Setelah kepindahannya
ke Brussel, Radikalisme Marx meningkat dan ia pun menjadi anggota aktif gerakan
Revolusioner Internasional. Marx bergabung dengan Liga Komunis dan dia diminta
menulis anggaran dasar kelompok tersebut bersama Engels. Hasilnya adalah buku Manifesto
Komunis (1848), sebuah karya besar yang ditandai oleh slogan-slogan politik
yang termasyur (misalnya, ”Kaum buruh
seluruh dunia, bersatulah!”).[8] liga
komunis yang dimaksud merupakan kerjasama dari kaum buruh Inggris, Jerman dan
Perancis. Para pemimpinnya memimpikan terwujudnya sosialisme.
Terbitnya
Manifesto Komunis mengakibatkan kaum buruh
semakin terdorong untuk melakukan revolusi sehingga terjadilah revolusi
liberal di Eropa. Kekacauan demi keacauan terjadi, dimulai dari Perancis pada
tanggal 24 Februari 1848, kemudian meluas ke Inggris, Jerman hingga akhirnya
sampai ke Brussel dimana Marx tinggal. Setelah pemerintah Belgia menyadari
keberadaan Marx yang telah memberi banyak
pengaruh terhadap kaum buruh maka akhirnya pemerintah Belgia menangkap Marx
dan mengusirnya keluar negri.
Kemudian Marx
datang ke Perancis, namun niatnya untuk membebaskan negerinya dari
pemerintahaan yang absoluth lebih lebih berat, maka Marx pergi ke Koln. Disana
Ia memimpin majalah New Renish Gazette, namun sejarah berkata lain,
revolusi di Eropa ini gagal. Hal tersebut membuat Marx kecewa, selain karena
teori revolusi rakyatnya tidak dijalankan secara konsekuen oleh kaum buruh,
tetapi ia juga ditangkap dan diadili di Jerman. Namun Marx berhasil membela
diri dan lolos dari penjara. Satu hal yang membuatnya lolos dari penjara adalah
karena ia telah melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warga negara
Jerman. Ia hanya diusir dan kembali ke Perancis untuk berpartisipasi dalam
demonstrasi-demonstrasi terhadap penguasa. Kedatangannya sebagai perusuh segera
tersiar dan akibatnya ia ditangkap
kemudian diusir ke London, tempat
pembuangannya yang terakhir.[9]
Pengusirannya
dari satu negeri ke negeri lain di Eropa merupakan sebuah bukti dalam salah
satu teorinya yang mengatakan bahwa “kaum komunis tidak punya tanah air”. Teori
ini merupakan teori mengenai dirinya sendiri.
Di inggris Marx
tinggal di distrik Soho, yaitu sebuah perkampungan kaum miskin dan gelandangan.
Kehidupannya di tempat ini diiringi dengan berbagai penderitaan dan kemiskinan.
Penghasilanya sebagai penulis di sebuah surat kabar New York Tribune
tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya, namun sahabatnya Engels selalu
membatunya untuk tetap bertahan hidup.
Meskipun Marx
selalu di usir dari negeri ke negeri di Eropa akibat kegiatan revolusinya,
bahkan ia sampai jatuh kedalam lembah
kemiskinan dan penderitaan, namun Marx
tak pernah berhenti dari aktifitas revolusionernya. Kota London tercatat sebagai tempat
pengkristalan segenap teorinya khususnya dalam masalah ekonomi di samping
aktifitasnya dalam memajukan rumusan-rumusan sosialis. Ia kembali menerbitkan majalah
Neue Renishce Zeitung sebagai
media menyatakan pikiran-pikirannya.[10]
Tulisan-tulisannya
berbentuk pamflet, namun kemudian dibukukan, seperti : The Class Strugle in
France dan The Eingh-teenth Brumaire of Louis Bonaparte yang menerangkan
tentang pandangan materialisme historis dan menerangkan kondisi berikut sebab
yang mendasari kudeta Napoleon Bonaparte.
Marx memandang
kehancuran sosial diakibatkan oleh keadaan perekonomian yang kacau berkaitan
dengan mekanisme sistem pemerintahan yang ada, salah satunya dengan keikut
sertaan lembaga gereja yang dipandangnya telah dipakai oleh penguasa sebagai
alat untuk memeras dan memperbudak kaum buruh yang miskin. Menurut Marx, agama
merupakan candu yang meninabobokan masyarakat (it is the opium of the people) dalam bukunya Contribution
to The Critique of Hegel’s Philosophy of Right.[11]
Marx banyak menghabiskan hari-harinya di British
Musium Exploring untuk melakukan kegiatan riset yang lebih rinci mengenai
peran sistem kepitalis. Hasil dari studinya ini adalah buku A Contributio to the Critique of Political
Ekonomi dan kemudian disusul dengan buku karya terbesarnya yang paling
monumental yaitu Das Kapital.
Jilid pertama buku Das Kapital diterbitkan pada tahun 1867 berisi tentang
produksi kapital dan cara kerja dari sistem kapitalis dimana Marx juga mengemukakan teori nilai kerja (work
value) dan teori nilai lebih (surplus value).
Popularitas Marx sebagai penulis dan pemimpin
gerakan buruh Internasional naik kembali. Namun perpecahan gerakan
internasional tahun 1876, dan kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan
penyakit-penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk.[12] Kehidupan
kelabu Marx yang penuh penderitaan di masa ini dapat dilihat dalam beberapa
potongan surat buatan Marx yang dikirimkan kepada Enggels :
“Istriku sakit, si kecil Jeny sakit, pembantu
[Helene] menderita semacam demam penyakit jiwa, saya tidak sanggup memanggil
dokter sebab saya tidak mempunyai uang untuk membayarnya. Untuk delapan atau
sepuluh hari yang lalu kami masih sanggup membeli roti dan kentang, namun untuk
sekarang saya ragu untuk dapat menyediakannya”.[13]
Pada tahun 1881 Isteri Marx meninggal, kemudian
disusul oleh puterinya Jeny pada tahun 1882 dan akhirnya disusul oleh Marx
sendiri yang meninggal pada tahun 1883.
[1] Andi M. Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx
(Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis). Yogyakarta : LkiS, 2009
hlm. 34